Rabu, 29 Oktober 2014

KEBUGARAN JASMANI

KEBUGARAN JASMANI


KEBUGARAN JASMANI
1.     Pengertian Kebugaran Jasmani
Kebugaran jasmani adalah kesanggupan dan kemampuan tubuh untuk melakukan penyesuaian (adaptasi) terhadap pembebanan fisik yang diberikan kepadanya (dari kerja yang dilakukan sehari-hari) tanpa menimbulkan kelelahan berlebihan yang berarti.
Seseorang yang memiliki kondisi fisik yang baik, maka dari orang tersebut akan tampak:
a.     Peningkatan dalam kemampuan system sirkulasi dan kerja jantung.
b.     Peningkatan dalam kekuatan, kelentukan, stamina, kecepatan, dan lain-lain yang merupakan komponen kondisi fisik.
c.     Ekonomi gerakan yang lebih baik pada waktu latihan.
d.     Pemulihan yang lebih cepat dalam organ-organ tubuh setelah latihan.
e.     Respons yang cepat dari organ tubuh kita apabila sewaktu-waktu diperlukan.
Sumber: LKS Penjas Orkes “Privat” Adi Perkasa dan buku pegangan guru Penjas Orkes, Yudistira.
2.     Unsur-unsur Kebugaran Jasmani
Dalam pembinaan kondisi fisik untuk meningkatkan kebugaran jasmani, kita perlu mengenal unsur-unsur kebugaran jasmani yang perlu dilatih. Unsur-unsur kebugaran jasmani tersebut, antara lain; kekuatan,daya tahan otot jantung dan paru-paru, kelincahan, daya ledak (power), dan kelentukan. Unsur-unsur kebugaran jasmani tersebut dapat dilatih dalam bentuk, seperti; circuit training, interval training, kalestenik, jogging, dan aerobic.
3.     Manfaat Latihan Kebugaran Jasmani
Manfaat melakukan latihan kebugaran jasmani secara teratur dan benar dalam jangka waktu yang cukup adalah sebagai berikut:
a.     Mempertahankan dan meningkatkan taraf kesegaran jasmani yang baik.
b.     Mengadakan koreksi terhadap kesalahan sikap dan gerak.
c.     Membentuk sikap dan gerak.
d.     Membentuk kondisi fisik (kekuatan otot, kelincahan, ketahanan, keluesan, dan kecepatan).
e.     Membentuk berbagai sikap kejiwaan (membentuk keberanian, kepercayaan, dan kesiapan diri, serta kesanggupan bekerja sama.
f.      Memberikan rangsangan bagi pertumbuhan tubuh, khususnya bagi anak-anak.
g.     Memupuk rasa tangung jawab terhadap kesehatan diri sendiri dan masyarakat.
4.     Bentuk-bentuk Latihan Kebugaran Jasmani
Bentuk-bentuk latihan kebugaran jasamni tersebut adalah sebagai berikut:
a.     Latihan kekuatan otot lengan, yaitu:
1)    Berjongkok bertumpu pada telapak tangan.
Cara melakukannya:
a)    Mula-mula sikap badan jongkok, kedua kaki sedikit rapat, kedua tangan lurus berada diantara kedua paha mendekati lutut dan telapak tangan terbuka, serta manumpu pada lantai.
b)    Kemudian sentuhkan paha ke bagian dalam dekat dengan siku tangan.
c)     Lalu angkatlah kedua kaki ke atas secara perlahan-lahan hingga lepas dari lantai. Siku dapat berfungsi sebagai penahan pada paha.
d)    Sikap ini dipertahankan selama 5 s/d 8 detik.
2)    Latihan push-up, caranya:
a)    Mula-mula tidur telungkup, kedua kaki dirapatkan lurus di belakang dan ujung kaki bertumpu pada lantai.
b)    Kedua telapak tangan di samping dada, jari-jari tangan menunjuk ke depan, dan kedua siku ditekuk.
c)     Kemudian, angkatlah badan ke atas hingga kedua tangan lurus. Badan dan kaki berada dalam satu garis lurus.
d)    Lalu, badan diturunkan kembali dengna jalan membengkokkan kedua sikut. Badan dan kedua kaki tetap lurus serta tidak menyentuh lantai.
e)     Gerakan ini dilakukan berulang-ulang selama 15 hingga 30 detik.
b.     Latihan kekuatan otot perut
Bentuk latihan kekuatan otot perut yaitu sit up. Cara melakukannya:
1)    Mula-mula tidur terlentang, kedua lutut ditekuk, dan kedua tangan diletakkan di belakang kepala.
2)    Kemudian, badan diangkat ke atas hingga dalam posisi duduk. Tetapi kedua tangan tetap berada di belakang kepala.
3)    Gerakan ini dilakukan sebanyak-banyaknya 15 hingga 30 detik, serta dapat dilakukan dengan bantuan teman.
c.     Latihan kekuatan otot punggung
Bentuk latihan kekuatan otot punggung, yaitu back lift. Cara melakukannya:
1)    Mula-mula tidur telungkup, kaki rapat, dan kedua tangan berpegangan di belakang kepala.
2)    Kemudian, angkatlah badan sehingga dada tidak menyentuh ke lantai, tetapi posisi tetap menyentuh lantai. Agar posisi kaki tetap masih menyentuh lantai, pergelangan kaki bias dipegang oleh teman dan dapat juga tidak dipegang.
3)    Gerakan ini dilakukan berulang-ulang selama 15 hingga 30 detik.
d.     Latihan kekuatan otot lengan dan bahu
Bentuk latihan kekuatan otot lengan dan bahu, yaitu kereta sorong. Cara melakukannya:
1)    Latihan ini dilakukan berpasang-pasangan, satu orang melakukan berjalan dengan tangan dan temannya membantu memegang/mengangkat kedua kaki orang yang melakukan latihan.
2)    Latihan ini dilakukan berulang-ulang secara bergantian. Jarak tempuh berjalan dengan tangan tersebut kira-kira 10 hingga 20 meter.
    
 

Berenang

Berenang

Seseorang sedang berenang di kolam renang
Berenang adalah gerakan sewaktu bergerak di air. Berenang biasanya dilakukan tanpa perlengkapan buatan. Kegiatan ini dapat dimanfaatkan untuk rekreasi dan olahraga. Berenang dipakai sewaktu bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya di air, mencari ikan, mandi, atau melakukan olahraga air.
Berenang untuk keperluan rekreasi dan kompetisi dilakukan di kolam renang. Manusia juga berenang di sungai, danau, dan laut sebagai bentuk rekreasi. Olahraga renang membuat tubuh sehat karena hampir semua otot tubuh dipakai sewaktu berenang.

Sejarah

Manusia sudah dapat berenang sejak zaman prasejarah, bukti tertua mengenai berenang adalah lukisan-lukisan tentang perenang dari Zaman Batu telah ditemukan di "gua perenang" yang berdekatan dengan Wadi Sora di Gilf Kebir, Mesir barat daya. Catatan tertua mengenai berenang berasal dari 2000 SM. Beberapa di antara dokumen tertua yang menyebut tentang berenang adalah Epos Gilgamesh, Iliad, Odyssey, dan Alkitab (Kitab Yehezkiel 47:5, Kisah Para Rasul 27:42, Kitab Yesaya 25:11), serta Beowulf dan hikayat-hikayat lain. Pada 1538, Nikolaus Wynmann seorang profesor bahasa dari Jerman menulis buku mengenai renang yang pertama, Perenang atau Dialog mengenai Seni Berenang (Der Schwimmer oder ein Zwiegespräch über die Schwimmkunst).
Perlombaan renang di Eropa dimulai sekitar tahun 1800 setelah dibangunnya kolam-kolam renang. Saat itu, sebagian besar peserta berenang dengan gaya dada. Pada 1873, John Arthur Trudgen memperkenalkan gaya rangkak depan atau disebut gaya trudgen dalam perlombaan renang di dunia Barat. Trudgen menirunya dari teknik renang gaya bebas suku Indian di Amerika Selatan. Renang merupakan salah satu cabang olahraga dalam Olimpiade Athena 1896. Pada tahun 1900, gaya punggung dimasukkan sebagai nomor baru renang Olimpiade. Persatuan renang dunia, Federation Internationale de Natation (FINA) dibentuk pada 1908. Gaya kupu-kupu yang pada awalnya merupakan salah satu variasi gaya dada diterima sebagai suatu gaya tersendiri pada tahun 1952.

Gaya renang

Dalam renang untuk rekreasi, orang berenang dengan gaya dada, gaya punggung, gaya bebas dan gaya kupu-kupu. Gaya renang yang dilombakan dalam perlombaan renang adalah gaya kupu-kupu, gaya punggung, gaya dada, dan gaya bebas.[1] Dalam lomba renang nomor gaya bebas, perenang dapat menggunakan berbagai macam gaya renang, kecuali gaya dada, gaya punggung, dan gaya kupu-kupu.[1] Tidak seperti halnya gaya dada, gaya punggung, dan gaya kupu-kupu, Federasi Renang Internasional tidak mengatur teknik yang digunakan dalam nomor renang gaya bebas.[1] Walaupun demikian, hampir semua perenang berenang dengan gaya krol, sehingga gaya krol (front crawl) digunakan hampir secara universal oleh perenang dalam nomor renang gaya bebas.[1]

Gaya bebas

Penggambaran gaya bebas
Gaya bebas adalah berenang dengan posisi dada menghadap ke permukaan air.[1] Kedua belah tangan secara bergantian digerakkan jauh ke depan dengan gerakan mengayuh, sementara kedua belah kaki secara bergantian dicambukkan naik turun ke atas dan ke bawah.[1] Sewaktu berenang gaya bebas, posisi wajah menghadap ke permukaan air.[1] Pernapasan dilakukan saat lengan digerakkan ke luar dari air, saat tubuh menjadi miring dan kepala berpaling ke samping.[1] Sewaktu mengambil napas, perenang bisa memilih untuk menoleh ke kiri atau ke kanan.[1] Dibandingkan gaya berenang lainnya, gaya bebas merupakan gaya berenang yang bisa membuat tubuh melaju lebih cepat di air.[1]
Gaya bebas merupakan gaya yang tidak terikat dengan teknik-teknik dasar tertentu.[1] Gaya bebas dilakukan dengan beraneka ragam gerakan dalam berenang yang bisa membuat perenang dapat melaju di dalam air.[1] Sehingga gerakan dalam gaya bebas bisa digunakan oleh beberapa orang, baik yang sudah terlatih maupun para pemula.[1]

Gaya dada

Penggambaran gaya dada
Gaya dada merupakan gaya berenang paling populer untuk renang rekreasi.[2] Posisi tubuh stabil dan kepala dapat berada di luar air dalam waktu yang lama.[2] Gaya dada atau gaya katak adalah berenang dengan posisi dada menghadap ke permukaan air, namun berbeda dari gaya bebas, batang tubuh selalu dalam keadaan tetap.[2] Kedua belah kaki menendang ke arah luar sementara kedua belah tangan diluruskan di depan.[2] Kedua belah tangan dibuka ke samping seperti gerakan membelah air agar badan maju lebih cepat ke depan.[2] Gerakan tubuh meniru gerakan katak sedang berenang sehingga disebut gaya katak.[2] Pernapasan dilakukan ketika mulut berada di permukaan air, setelah satu kali gerakan tangan-kaki atau dua kali gerakan tangan-kaki.[2].
Dalam pelajaran berenang, perenang pemula belajar gaya dada atau gaya bebas. Di antara ketiga nomor renang resmi yang diatur Federasi Renang Internasional, perenang gaya dada adalah perenang yang paling lambat.[2]

Gaya punggung

Penggambaran gaya punggung
Sewaktu berenang gaya punggung, orang berenang dengan posisi punggung menghadap ke permukaan air. Posisi wajah berada di atas air sehingga orang mudah mengambil napas.[2] Namun perenang hanya dapat melihat atas dan tidak bisa melihat ke depan. Sewaktu berlomba, perenang memperkirakan dinding tepi kolam dengan menghitung jumlah gerakan.[2]
Dalam gaya punggung, gerakan lengan dan kaki serupa dengan gaya bebas, namun dengan posisi tubuh telentang di permukaan air. Kedua belah tangan secara bergantian digerakkan menuju pinggang seperti gerakan mengayuh. Mulut dan hidung berada di luar air sehingga mudah mengambil atau membuang napas dengan mulut atau hidung.[2]
Sewaktu berlomba, berbeda dari sikap start perenang gaya bebas, gaya dada, dan gaya kupu-kupu yang semuanya dilakukan di atas balok start, perenang gaya punggung melakukan start dari dalam kolam[2]. Perenang menghadap ke dinding kolam dengan kedua belah tangan memegang besi pegangan.[1] Kedua lutut ditekuk di antara kedua belah lengan, sementara kedua belah telapak kaki bertumpu di dinding kolam.[2]
Gaya punggung adalah gaya berenang yang sudah dikenal sejak zaman kuno.[2] Pertama kali diperlombakan di Olimpiade Paris 1900, gaya punggung merupakan gaya renang tertua yang diperlombakan setelah gaya bebas.[2]

Gaya kupu-kupu

Penggambaran gaya kupu-kupu
Gaya kupu-kupu atau gaya lumba-lumba adalah salah satu gaya berenang dengan posisi dada menghadap ke permukaan air.[2] Kedua belah lengan secara bersamaan ditekan ke bawah dan digerakkan ke arah luar sebelum diayunkan ke depan.[1] Sementara kedua belah kaki secara bersamaan menendang ke bawah dan ke atas seperti gerakan sirip ekor ikan atau lumba-lumba.[2] Udara dihembuskan kuat-kuat dari mulut dan hidung sebelum kepala muncul dari air, dan udara dihirup lewat mulut ketika kepala berada di luar air.[2]
Gaya kupu-kupu diciptakan tahun 1933, dan merupakan gaya berenang paling baru.[2] Berbeda dari renang gaya lainnya, perenang pemula yang belajar gaya kupu-kupu perlu waktu lebih lama untuk mempelajari koordinasi gerakan tangan dan kaki.[2]
Berenang gaya kupu-kupu juga menuntut kekuatan yang lebih besar dari perenang.[2] Kecepatan renang gaya kupu-kupu didapat dari ayunan kedua belah tangan secara bersamaan.[2] Perenang tercepat gaya kupu-kupu dapat berenang lebih cepat dari perenang gaya bebas.[2] Dibandingkan dalam gaya berenang lainnya, perenang gaya kupu-kupu tidak dapat menutupi teknik gerakan yang buruk dengan mengeluarkan tenaga yang lebih besar.[2]

Risiko

Terdapat berbagai risiko saat manusia berada di air, baik sengaja maupun tidak sengaja. Kecelakaan di air dapat menyebabkan cedera hingga kematian akibat tenggelam.[3] Oleh karena itu, sebelum memasuki air, perenang harus mencari tahu kedalaman kolam renang, sungai, atau laut yang ingin direnangi.[3]
Berenang di sungai atau di laut bisa sangat berbahaya bila terdapat arus deras atau ombak besar secara tiba-tiba.[3] Orang yang sedang dalam pengaruh alkohol dan obat-obatan dilarang untuk berenang.[4]
Kaca mata renang dapat mencegah mata orang yang memakainya dari iritasi.[4] Berenang di air kotor akan menyebabkan penyakit kulit dan iritasi mata.[4] Di kolam renang, bakteri penyebab penyakit dikendalikan dengan pemberian kaporit.[4] Pergantian air yang teratur akan meningkatkan kualitas air kolam yang sehat.[4]

Perlengkapan

Berenang secara alami tidak membutuhkan perlengkapan atau pakaian khusus. Manusia dapat berenang tanpa perlengkapan apapun dalam kondisi apapun. Berenang yang ditujukan untuk rekreasi dan olahraga terkadang membutuhkan pakaian dan perlengkapan khusus untuk membantu memudahkan bergerak di air.[4]
Pakaian yang digunakan untuk berenang dirancang untuk memudahkan manusia bergerak di air. Pakaian renang biasanya terbuat dari bahan karet yang mengikuti bentuk tubuh untuk menghindari masuknya udara ke dalam pakaian. Pakaian renang juga dirancang untuk mempercepat pergerakan manusia di air, rancangan seperti ini ditujukan bagi kegiatan berenang untuk kompetisi.[4]
Selain pakaian yang dirancang khusus, dalam berenang terkadang membutuhkan perlengkapan khusus seperti kaca mata renang, ban renang, penutup telinga dan hidung, penutup kepala.[4] Secara umum perlengkapan renang tersebut ditujukan untuk memudahkan berenang dan menghindari risiko yang timbul akibat berenang.[4]

Jumat, 24 Oktober 2014

Sejarah Telepon

Sejarah Telepon

telepon Sejarah TeleponSiapa yang tak kenal telepon? Saat pertama kali ditemukan bentuknya masih kotak yang besar. Sekarang ini bentuk telepon semakin ringkas bahkan ukurannya sudah segenggam tangan dan dimiliki oleh semua kalangan baik orang kaya hingga rakyat jelata.
Prinsip Kerja Telepon
Gagang telepon disebut off hook. Sirkuit telepon ada dua positif dan negatif. Bagian positif berfungsi sebagai Tip yang menunjuk angka nol. Bagian negatif berfungsi sebagai Ring yang menunjukkan angka -48V DC.
Kedua bagian tersebut (positif/negatif) akan memproses pesan dari sender (pengirim) agar sampai ke receiver (penerima). Dalam teknologi analog transmisi sinyal dikirim dari central office (CO) yang kemudian dirubah menjadi transmisi digital.
Angka-angka yang terdapat pada nomor telepon adalah gabungan antara nada-nada dan frekuensi tertentu yang dinamai Dual-tone multi-frequency DTMF dengan satuan Hertz. Hubungan utama yang ada dalam sirkuit akan menjadi on hook ketika dibuka, lalu akan muncul getaran. Bunyi yang muncul di telepon penerima menandakan telepon telah siap digunakan.
Sejarah Telepon
Sebelum telepon, manusia menggunakan surat dan telegraf untuk berkomunikasi jarak jauh. Kendala dari surat adalah lamanya proses penyampaian pesan. Sedangkan kendala dari telegraf adalah pesan disampaikan dalam bentuk kode morse. Pada tahun 1800-an kantor-kantor telegraf sangat sibuk melayani orang yang ingin mengirim dan menerima pesan.
Francis Bacon melalui bukunya (New Utopia) di tahun 1627 menulis kemungkinan transmisi suara manusia pada jarak jauh. Namun Bacon tak punya cukup pengetahuan untuk merealisasikannya. Sejarahwan menganggap buku Bacon sebagai refernsi pertama telepon.
Di abad ke-19 itu juga mulailah terdapat berbagai percobaan untuk mendapatkan alat komunikasi yang lebih efektif. Percobaan terkait bunyi, listrik dan telegraf. Di tahun 1865 Alexander Graham Bell turut melakukan percobaan dengan mengukur tinggi-rendah nada dan getaran bunyi. Bell tertarik meneliti kemungkinan bisa atau tidaknya bunyi dikirim secara elektrik melalui kawat telegraf.
Ide membuat telepon didapat Bell saat membuat alat yang dinamai telegraf harmonis. Tahun 1875, Bell – dibantu Thomas Watson (asistennya) – melakukan penelitian terhadap gelombang bunyi yang merambat melalui telinga manusia. 7 Maret 1876, Bell mengajukan paten atas alat ciptaannya yang mampu menghasilkan bunyi tertentu.
Setelah berhasil membuat telepon, Bell kemudian memperkenalkannya kepada publik. Tahun 1876, Bell dan Watson menguji coba komunikasi telepon jarak jauh hingga jarak 8 mil. Setelah itu perusahaan Bell Telepnone Company terus menyempurnakan telepon dan memperluas jaringannya.
Alexander Graham Telephone in Newyork Sejarah Telepon
Tahun 1915, Bell berhasil melakukan telepon lintas benua dari New York ke San Francisco. 1956 kawat telepon internasional dipasang melintasi Samudera Atlantik. Masih ditahun yang sama satelit telepon pertama kali diluncurkan ke ruang angkasa. Dan akhirnya jaringan telepon menyebar ke seluruh dunia.
1844 — Innocenzo Manzetti memperkenalkan gagasan “telegraf berbicara” atau telepon. Kelak kata ‘speaking telegraph’ dan ‘sound telegraph’ diganti dengan nama, ‘telephone’ (telepon).
26 August 1854 — Charles Bourseul menerbitkan artikel di majalah L’Illustration (Paris): “Transmission électrique de la parole” (electric transmission of speech/transmisi elektrik berbicara), menggambarkan ‘make-and-break’ jenis pemancar telepon yang di kemudian hari dibuat oleh Johann Reis.
26 October 1861 — Johann Philipp Reis (1834–1874) secara terbuka mendemonstrasikan Telepon Reis sebelum Physical Society of Frankfurt.
22 August 1865, La Feuille d’Aoste melaporkan “Ada kabar bahwa teknisi bahasa Inggris kepada siapa Mr Manzetti mengilustrasikan metodenya untuk transmisi kata yang diucapkan pada kawat telegraf berniat untuk menerapkan penemuan tersebut di Inggris pada beberapa jalur telegraf pribadi”. Bagaimanapun telepn tidak akan didemonstrasikan hingga tahun 1876, dengan satu set telepon dari Bell.
28 December 1871 — Antonio Meucci mematenkan “Sound Telegraph”, menggambarkan komunikasi suara antar dua orang melalui kabel.
1874 — Meucci, setelah memperpanjang paten selama 2 tahun, tidak lagi memperpanjangnya.
1875, hak paten sound Telegraph dari Antonio Meucci didapat perusahaan telekomunikasi The Bell. Penemuan Meucci ini dinamakan transmitters and Receivers for Electric Telegraphs. Cara kerjanya menggunakan getaran multiple baja untuk memberikan jeda pada sirkuit.
1876, Improvement in Telegraphy dipatenkan perusahaan Bell. Ini adalah metode untuk mentransmisikan suara secara telegraf.
1877, telepon pertama kali dibuat di The Charles Williams Shop dengan pengawasan Watson. The Charles Williams Shop selanjutnya menjadi departemen riset dan pengembangan dari perusahaan telekomunikasi Bell. Pada akhir tahun 1877 sebanyak 300 telepon dapat digunakan. Alexander Graham Bell turut memantau produktivitas pembuatan telepon. Masih di tahun yang sama Perusahaan Bell mematenkan telepon electro-magnetic yang menggunakan magnet permanen, diafragma besi, dan dering panggilan.
1878, ditemukan papan pengganti secara manual yang memungkinkan banyak telepon terhubung melalui sebuah saluran pertukaran. Dipimpin Theodore N. Vail, perusahaan Bell sekarang memiliki 10.000 telepon yang dapat digunakan.
1880, pemasangan sirkuit metalic pertama. Sehingga ada perbaharuan dari sirkuit one-wire menjadi two-wire. Perubahan ini membantu mengurangi gangguan yang sering terjadi pada penggunaan jalur one-wire.
1891, penggunaan nomor dial pertama kali. Dengan nomor dial telepon bekerja secara otomatis menghubungkan penelepon ke operator dengan cara menekan nomor dial berdasarkan instruksi.
1915, penggunaan sistem wireless telepon untuk pertama kali. Sistem wireless memudahkan pengguna telepon untuk saling berhubungan lintas negara.
telepon mobile perang Sejarah Telepon
1940, telepon mobile pertama kali digunakan secara komersial. Awalnya telepon “bergerak” ini digunakan sebagai alat bantu perang untuk membidik tembakan dan meningkatkan kualitas radar. Selesai perang, ratusan telepon dipasang dengan menggunakan sistem ini. Untuk komunikasi jarak jauh telepon mobile dipasang microwave radio.
1959, telepon Princess pertama kali diperkenalkan
1963, telepon dengan tombol bersuara diluncurkan
1971, perusahaan telekomunikasi mandiri diizinkan untuk mengembangkan sistem komunikasi yang dikembangkan untuk bisnis. Berjuta-juta saluran telepon telah digunakan masyarakat.
1983, Judge Harold Greene dengan sukses mengungguli perusahaan Bell yang sebelumnya telah dicabut hak monopolinya.
1899, AT&T atau The American Telephone and Telegraph Company telah mandapatkan asset dan mendapatkan hak paten dari perusahaan American Bell. AT&T didirikan tahun 1885 sebagai pemilik keseluruhan subsidi dari American Bell yang bertugas mendirikan dan mengoperasikan jaringan telepon jarak jauh.
1913, amplifirers elektric pertama kali dipraktekkan oleh AT&T. sistem ini memungkinkan adanya hubungan telepon antar-benua.
1927, AT&T memulai proyek layanan telepon lintas-atlantik di London dengan menggunakan dua jalur radio. Namun proyek ini masih jauh dari ideal karena banyak terjadi gangguan dalam radio, memiliki kapasitas yang kecil, dan biaya teleponnya yang mahal. Kemudian proyek ini dipindahkan menjadi lintas-pasifik pada tahun 1964.
1969, pengguna telepon di Amerika telah mencapai 90%. AT&T menjadi laboratorium sistem telepon paling baik di dunia.
Telepon IP
Telepon IP (Internet Protocol) menggunakan teknologi internet dalam pengoperasiannya. Menggunakan protokol internet, Telepon IP dapat juga digunakan untuk mengirim fax, paket video, dan bentuk penyampaian informasi lainnya yang telah digunakan pada sistem telepon terdahulu. Telepon IP membuat layanan komputer, telepon, dan televisi dapat disatukan.
Jaringan Generasi Baru
Jaringan generasi baru merubah pendekatan “satu jaringan, satu layanan” menjadi pengiriman berbagai layanan melalui satu jaringan. Didasarkan pada sistem internet protocol (IP), Jaringan generasi baru ini dibangun atas pengembangan jaringan broadband, Voice over IP (VoIP), konvergensi fixed-mobile dan IP televisi (IPTV). Teknologi yang digunakan nirkabel dan mobile, serat dan kabel, atau dengan pembaharuan jalur tembaga yang ada.
Penyebaran Telepon Di Indonesia
Sebelum ada telepon, komunikasi jarak jauh di tanah air menggunakan telegraf yang dibangun pemerintah Hindia Belanda. Awal telegraf di tanah air dimulai 23 Oktober 1855. Hadir pada masa itu telegraf elektromagnetik yang menghubungkan Batavia (Jakarta) dan Buitenzorg (Bogor). Jasa telegraf kemudian digunakan masyarakat melalui 28 kantor telegraf.
Teknologi kabel laut memungkinkan komunikasi telegraf antara Jakarta dengan Singapura dan Banyuwangi dengan Darwin (Australia). Jaringan telepon lokal kemudian hadir tak lama setelah telegraf dikenal.
Tahun 1882-1884
16 Oktober 1882 pihak swasta membangun jaringan telepon di Indonesia dan mendapat izin konsesi selama 25 tahun. Jaringan telepon pertama menghubungkan Gambir dengan Tanjung Priok di Batavia. Semarang dan Surabaya membangun jaringan telepon pada tahun 1884.
Intercommunaal Telefoon Maatschappij memperoleh ijin hubungan interlokal konsesi selama dua puluh lima tahun untuk hubungan Batavia-Semarang, selanjutnya Batavia-Surabaya, disusul Batavia-Bogor dan kemudian Bandung-Sukabumi.
.
Tahun 1906
Pemerintah Hindia Belanda kemudian mengambil alih jaringan telepon setelah jangka waktu konsesi berakhir kecuali jaringan telepon Perusahaan Kereta Api Deli (Deli Spoor Maatschappij, DSM). Pemerintah membentuk Post, Telegraaf en Telefoon Dienst dan menguasai jasa komunikasi secara monopoli.
Tahun 1967
Jaringan telekomunikasi Nusantara dibangun meliputi gelombang mikro lintas Sumatera, gelombang mikro Indonesia Timur yang menghubungkan Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Kalimantan.
Jaringan telepon yang digunakan memakai sistem baterai lokal dan kawat tunggal yang terpasang di atas permukaan tanah. Karena sering terjadi gangguan maka dilakukan pembaharuan dan modernisasi. Pemasangan kabel jarak jauh diterapkan di bawah permukaan tanah, kawat tunggal diganti dengan kawat sepasang dan menggunakan sistem baterai sentral.
Tahun 1976
Pemerintah meluncurkan satelit Palapa A-1 berjenis HS-333 dari Cape Canaveral pada tanggal 9 Juli 1976. Dengan satelit jaringan telepon menjadi semakin luas.
Tahun 2009
Sampai tahun 2009 masih terdapat 31.000 desa belum memiliki jaringan telepon. Pemerintah Indonesia masih terus membangun jaringan agar masyarakat seluruh daerah dapat menggunakan telepon dan internet.

SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA HINDU DI BALI

SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA HINDU DI BALI


BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang multikultur yang terdiri dari berbagai macam suku, Agama, Ras dan Adat istiadat. Sebagaimana yang tertuang di dalam pembukaan UUD 1945 dan Batang tubuh UUD 1945 khususnya pasal 29 ayat 1 dan 2 mengandung makna bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa dan Negara yang berdasar atas ketuhanan, hal ini berarti bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religious yang mengakui adanya keyakinan terhadap agama dan system kepercayaan.
 Manusia sebagai makluk yang memiliki akal dikatakan sebagai maklhuk berbeudaya. Manusia sebagai makhluk yang berbudaya karena perilakunya sebagian besar dikendalikan oleh budi atau akalnya. Budaya merupakan cipta, rasa dan karsa sedangkan kebudayaan berarti hasil dari cipta, rasa, dan karsa itu sendiri (Djokowidagdo: 18). Koentjaraningrat mendefinisikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kebudayaan masyarakat (Djoko Widagdo: 19-20). Sesuatu hal dikatakan sebagai kebudayaan tentunya akan memiliki unsur, bentuk dan sifat. Sebuah kebudayaan itu memiliki unsur-unsur yang bersifat universal yaitu: sistem religi dan upcara keagamaan, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi dan peralatan, bahasa dan kesenian.
Sebagai bagian dari unsure budaya system kepercayaan di Indonesia sudah berkembang sebelum masuknya pengaruh agama-agama besar di dunia. Dalam perkembangan sejarahnya system kepercayaan di Indonesia yang mendapat pengaruh kebudayaan india khususnya kebudayaan hindu yang mempengaruhi Indonesia.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan  sebagai berikut.
1.2.1        Bagaimana Awal Perkembangan Agama Hindu di Bali ?
1.2.2        Siapakah Tokoh-Tokoh yang Berperan dalam Penyebaran Agama Hindu di Bali ?
1.2.3        Bagaimana Perkembangan Agama Hindu Setelah runtuhnya Kerajaan-kerajaan di Bali sampai sekarang ?
1.3  Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.3.1        Untuk mendeskripsikan Awal Perkembangan Agama Hindu di Bali
1.3.2        Untuk mendeskripsikan Tokoh-Tokoh yang Berperan dalam Penyebaran Agama Hindu di Bali
1.3.3        Untuk mendeskripsikan Perkembangan Agama Hindu Setelah runtuhnya Kerajaan-kerajaan di Bali sampai sekarang


Hasil gambar untuk sejarah hindu budha di bali


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Awal Perkembangan Agama Hindu di Bali
Masuknya agama Hindu di Bali diperkirakan sebelum abad ke-8 Masehi, karena pada abad ke-8 telah dijumpai fragmen-fragmen prasasti yang didapatkan di Pejeng berbahasa Sanskerta. Ditinjau dari segi bentuk hurufnya diduga sejaman dengan meterai tanah liat yang memuat mantra Buddha yang dikenal dengan “Ye te mantra”, yang diperkirakan berasal dari tahun 778 Masehi. Pada baris pertama dari dalam prasasti itu menyebutkan kata “Sivas.......ddh.......” yang oleh para ahli, terutama Dr. R. Goris menduga kata yang sudah haus itu kemungkinan ketika utuh berbunyi: “Siva Siddhanta”. Dengan demikian pada abad ke-8 , Paksa (Sampradaya atau Sekta) Siva Siddhanta telah berkembang di Bali. Sampai ditulisnya sebuah prasasti tentunya menunjukkan agama itu telah berkembang secara meluas dan mendalam diyakini oleh raja dan rakyat saat itu. Meluas dan mendalamnya ajaran agama dianut oleh raja dan rakyat tentunya melalui proses yang cukup panjang, oleh karena itu agama Hindu (sekta Siva Siddhanta) sudah masuk secara perlahan-lahan sebelum abad ke-8 Masehi.Bukti lain yang merupakan awal penyebaran agama Hindu di Bali adalah ditemukannya arca Siva di pura Putra Bhatara Desa di desa Bedaulu, Gianyar. Arca tersebut merupakan satu tipe (style) dengan arca-arca Siva dari candi Dieng yang berasal dari abad ke-8 yang menurut Stutterheim tergolong berasal dari periode seni arca Hindu Bali.
Dalam prasasti Sukawana, Bangli yang memuat angka 882 Masehi, menyebutkan adanya tiga tokoh agama yaitu Bhiksu Sivaprajna, Bhiksu Siwa Nirmala dan Bhiksu Sivakangsita membangun pertapaan di Cintamani, menunjukkan kemungkinan telah terjadi sinkretisme antara Siva dan Buddha di Bali dan bila kita melihat akar perkembangannya kedua agama tersebut sesungguhnya berasal dari pohon yang sama, yakni agama Hindu. Berkembangnya dan terjadinya sinkretisme antara Sivaisme dan Buddhisme di Bali sebenarnya diduga lebih menampakkan diri pada masa pemerintahan raja besar Dharma Udayana Varmadeva, karena kedua agama tersebut menjadi agama negara.
Bersamaan dengan datangnya agama Hindu ke Bali, pada abad ke-8 juga dijumpai peninggalan-peninggalan yang menunjukkan masuknya agama Buddha Mahayana. Bukti masuknya agama Buddha Mahayana di Bali dapat diketahui dari stupika-stupika tanah liat yang tersebar di daerah Pejeng Selatan, Titiapi dan Blahbatuh, Gianyar. Seluruh stupika di pura Penataran Sasih, Pejeng dapat diselamatakan dan dipindahkan ke Museum Bali. Sekitar abad ke-13 Masehi, di Bali berkembang pula sekta Bhairava dengan peninggalan berupa arca-arca Bhairava di pura Kebo Edan Pejeng. Sekta ini mungkin berkembang sebagai akibat adanya hubungan politis dengan kerajaan Singhasari (Singosari) di jawa Timur pada masa pemerintahan raja Kertanegara. Berdasarkan data sejarah tersebut, ternyata perkembangan awal kedatangan agama Hindu (Sivaisme) dan Buddha (Mahayana) hampir pada saat yang bersamaman dan bahkan akhirnya agama Buddha Mahayana ini luluh ke dalam agama Hindu seperti diwarisi di Bali saat ini.
Pada masa Bali Kuno merupakan masa tumbuh dan berkembangnya agama Hindu yang mencapai kejayaan pada abad ke-10 dengan ditandai oleh berkuasanya raja suami istri Dharma Udayana Varmadeva dan Gunapriyadharmapatni. Pada masa pemerintahan raja ini terjadi proses Jawanisasi di Bali, yakni prasasti-prasasti berbahasa Bali Kuno digantikan dengan bahasa Jawa Kuno dan susastra Hindu berbahasa Jawa Kuno dibawa dari Jawa dan dikembangkan di Bali. Saat itu di Bali berkembang ajaran Hindu yang disebut sekta. Sekta-sekta yang berkembang di Bali, yang menurut penelitian Dr. R.Goris (1926) dalam (http://kodoknyitnyit.blogspot.com ) jumlahnya 9 sekta, yang terdiri dari : Siva Siddhanta, Pasupata, Bhairava, Vaisnava, Bodha (Soghata), Brahmana, Rsi, Sora (Surya) dan Ganapatya. Sedangkan dalam beberapa lontar di Bali disebutkannya 6 sekta (disebut Sad Agama), yang terdiri dari Sambhu, Brahma, Indra, Bayu, Visnu dan Kala. Di antara seluruh sekta tersebut, rupanya yang sangat dominan dan mewarnai kehidupan agama Hindu di Bali adalah Siva Siddhanta dengan peninggalan beberapa buah lontar (teks) antara lain: Bhuvanakosa, Vrhaspatitattva, Tattvajnana, Sang Hyang Mahajnana, Catur Yuga, Vidhisastra dan lain-lain. Mudra dan Kutamantra yang dilaksanakan oleh para pandita Hindu di Bali dalam aktivitas ritual pelaksanaan Pujaparikrama bersumber pada ajaran Siva Siddhanta.
Masa Bali Kuno ini berakhir dengan pemerintahan raja Astasura-ratnabhumibanten yang ditundukkan oleh ekspedisi Majapahit dibawah pimpinan mahapatih Gajah Mada. Pada masa Bali Kuno ini (antara abad ke-10 sampai dengan ke-14) pertumbuhan agama Hindu demikian pesat. Pada masa pemerintahan raja Dharma Udayana, seorang pandita Hindu bernama Mpu Rajakerta menjabat Senapati I Kuturan (semacam perdana mentri) yang menata kehidupan keagamaan dengan baik dan terwarisi hingga kini.

2.2  Tokoh-Tokoh Penyebaran Agama Hindu di Bali
Dalam perkembangan Agama Hindu di bali terdapat enam tokoh suci yang sangat berpeerran penting. Keenam tokoh suci itu antara lain:
  1. DANGHYANG MARKANDEYA
Pada abad ke-8 beliau mendapat pencerahan di Gunung Di Hyang (sekarang Dieng, Jawa Timur) bahwa bangunan palinggih di Tolangkir (sekarang Besakih) harus ditanami panca datu yang terdiri dari unsur-unsur emas, perak, tembaga, besi, dan permata mirah. Setelah menetap di Taro, Tegal lalang - Gianyar, beliau memantapkan ajaran Siwa Sidhanta kepada para pengikutnya dalam bentuk ritual: Surya sewana, Bebali (Banten), dan Pecaruan. Karena semua ritual menggunakan banten atau bebali maka ketika itu agama ini dinamakan Agama Bali. Daerah tempat tinggal beliau dinamakan Bali.
Jadi yang bernama Bali mula-mula hanya daerah Taro saja, namun kemudian pulau ini dinamakan Bali karena penduduk di seluruh pulau melaksanakan ajaran Siwa Sidanta menurut petunjuk-petunjuk Danghyang Markandeya yang menggunakan bebali atau banten. Selain Besakih, beliau juga membangun pura-pura Sad Kahyangan lainnya yaitu : Batur, Sukawana, Batukaru, Andakasa, dan Lempuyang. Beliau juga mendapat pencerahan ketika Hyang Widhi berwujud sebagai sinar terang gemerlap yang menyerupai sinar matahari dan bulan. Oleh karena itu beliau menetapkan bahwa warna merah sebagai simbol matahari dan warna putih sebagai simbol bulan digunakan dalam hiasan di Pura antara lain berupa ider-ider, lelontek, dll. Selain itu beliau mengenalkan hari Tumpek Kandang untuk mohon keselamatan pada Hyang Widhi, digelari Rare Angon yang menciptakan darah, dan hari Tumpek Pengatag untuk menghormati Hyang Widhi, digelari Sanghyang Tumuwuh yang menciptakan getah.
  1. MPU SANGKULPUTIH
Setelah Danghyang Markandeya moksah, Mpu Sangkulputih meneruskan dan melengkapi ritual bebali antara lain dengan membuat variasi dan dekorasi yang menarik untuk berbagai jenis banten dengan menambahkan unsur-unsur tetumbuhan lainnya seperti daun sirih, daun pisang, daun janur, buah-buahan: pisang, kelapa, dan biji-bijian: beras, injin, kacang komak. Bentuk banten yang diciptakan antara lain canang sari, canang tubugan, canang raka, daksina, peras, panyeneng, tehenan, segehan, lis, nasi panca warna, prayascita, durmenggala, pungu-pungu, beakala, ulap ngambe, dll. Banten dibuat menarik dan indah untuk menggugah rasa bhakti kepada Hyang Widhi agar timbul getaran-getaran spiritual. Di samping itu beliau mendidik para pengikutnya menjadi sulinggih dengan gelar Dukuh, Prawayah, dan Kabayan. Beliau juga pelopor pembuatan arca/pralingga dan patung-patung Dewa yang dibuat dari bahan batu, kayu, atau logam sebagai alat konsentrasi dalam pemujaan Hyang Widhi tidak kurang pentingnya, beliau mengenalkan tata cara pelaksanan peringatan hari Piodalan di Pura Besakih dan pura-pura lainnya, ritual hari-hari raya : Galungan, Kuningan, Pagerwesi, Nyepi, dll. Jabatan resmi beliau adalah Sulinggih yang bertanggung jawab di Pura Besakih dan pura-pura lainnya yang telah didirikan oleh Danghyang Markandeya.
  1. MPU KUTURAN
Pada abad ke-11 datanglah ke Bali seorang Brahmana dari Majapahit yang berperan sangat besar pada kemajuan Agama Hindu di Bali. Seperti disebutkan oleb R. Goris pada masa Bali Kuna berkembang suatu kehidupan keagamaan yang bersifat sektarian. Ada sembilan sekte yang pernah berkembang pada masa Bali Kuna antara lain sekte Pasupata, Bhairawa, Siwa Shidanta, Waisnawa, Bodha, Brahma, Resi, Sora dan Ganapatya. Diantara sekte-sekte tersebut Çiwa Sidhanta merupakan sekte yang sangat dominan (Ardhana 1989:56). Masing-masing sekte memuja Dewa-Dewa tertentu sebagai istadewatanya atau sebagai Dewa Utamanya dengan Nyasa (simbol) tertentu serta berkeyakinan bahwa istadewatalah yang paling utama sedangkan yang lainnya dianggap lebih rendah.Perbedaan-perbedaan itu akhirnya menimbulkan pertentangan antara satu sekte dengan sekte yang lainnya yang menyebabkan timbulnya ketegangan dan sengketa didalam tubuh masyarakat Bali Aga.
Inilah yang merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban di masyarakat yang membawa dampak negative pada hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat. Akibat yang bersifat negative ini bukan saja menimpa desa bersangkutan, tetapi meluas sampai pada pemerintahan kerajaan sehingga roda pemerintahan menjadi kurang lancar dan terganggu. Dalam kondisi seperti itu, Raja Gunaprya Dharmapatni/Udayana Warmadewa perlu mendatangkan rohaniawan dari Jawa Timur yang oleh Gunaprya Dharmapatni sudah dikenal sejak dahulu semasih beliau ada di Jawa Timur. Oleh karena itu Raja Gunaprya Dharmapatni/Udayana Warmadewa bersekepatan untuk mendatangkan 4 orang Brahmana bersaudara yaitu:
  1. Mpu Semeru, dari sekte Ciwa tiba di Bali pada hari jumat Kliwon, wuku Pujut, bertepatan dengan hari Purnamaning Kawolu, candra sengkala jadma siratmaya muka yaitu tahun caka 921 (999M) lalu berparhyangan di Besakih.
  2. Mpu Ghana, penganut aliran Gnanapatya tiba di Bali pada hari Senin Kliwon, wuku Kuningan tanggal 7 tahun caka 922 (1000M), lalu berparhyangan di Gelgel.
  3. Mpu Kuturan, pemeluk agama Budha dari aliran Mahayana tiba di Bali pada hari Rabu Kliwon wuku pahang, maduraksa (tanggal ping 6), candra sengkala agni suku babahan atau tahun caka 923 (1001M), selanjutnya berparhyangan di Cilayukti (Padang)
d. Mpu Gnijaya, pemeluk Brahmaisme tiba di Bali pada hari Kamis Umanis, wuku Dungulan, bertepatan sasih kadasa, prati padha cukla (tanggal 1), candra sengkala mukaa dikwitangcu (tahun caka 928 atau 1006M) lalu berparhyangan di bukit Bisbis (Lempuyang).
Sebenarnya keempat orang Brahmana ini di Jawa Timur bersaudara 5 orang yaitu adiknya yang bungsu bernama Mpu Bharadah ditinggalkan di Jawa Timur dengan berparhyangan di Lemahtulis, Pajarakan. Kelima orang Brahmana ini lazim disebut Panca Pandita atau “Panca Tirtha” karena beliau telah melaksanakan upacara “wijati” yaitu menjalankan dharma “Kabrahmanan”. Dalan suatu rapat majelis yang diadakan di Bata Anyar yang dihadiri oleh unsur tiga kekuatan pada saat itu, yaitu :
  1. Dari pihak Budha Mahayana diwakili oleh Mpu Kuturan yang juga sebagai ketua siding
  2. Dari pihak Ciwa diwakili oleh Mpu Semeru
  3. Dari pihak 6 sekte yang pemukanya adalah orang Bali Aga
Dalam rapat majelis tersebut Mpu Kuturan membahas bagaimana menyederhanakan keagamaan di Bali, yg terdiri dari berbagai aliran.  Tatkala itu semua hadirin setuju untuk menegakkan paham Tri Murti (Brahma,Wisnu,Ciwa) untuk menjadi inti keagamaan di Bali dan yang layak dianggap sebagai perwujudan atau manifestasi dari Sang Hyang Widhi Wasa.Konsesus yang tercapai pada waktu itu menjadi keputusan pemerintah kerajaan, dimana ditetapkan bahwa semua aliran di Bali ditampung dalam satu wadah yang disebut “Ciwa Budha” sebagai persenyawaan Ciwa dan Budha. Semenjak itu penganut Ciwa Budha harus mendirikan tiga buah bangunan suci (pura) untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa dalam perwujudannya yang masing-masing bernama:
  1. Pura Desa Bale Agung untuk memuja kemuliaan Brahma sebagai perwujudan dari Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan)
  2. Pura Puseh untuk memuja kemulian Wisnu sebagai perwujudan dari Sang Hyang Widhi Wasa
  3. Pura Dalem untuk memuja kemuliaan Bhatari Durga yaitu caktinya Bhatara Ciwa sebagai perwujudan dari Sang Hyang Widhi Wasa
Ketiga pura tersebut disebut Pura “Kahyangan Tiga” yang menjadi lambang persatuan umat Ciwa Budha di Bali. Sekaligus dengan dikristalisasinya seluruh sekta tersebut dalam pemujaan kepada Tri Murti menjadi landasan dalam pembangunan Desa Krama (Pakraman) atau desa Adat di Bali. Sejak saat itu berbagai perubahan diciptakan oleh Mpu Kuturan, baik dalam bidang politik, social, dan spiritual. Jika sebelum keempat Brahmana tersebut semua prasasti ditulis dengan menggunakan huruf Bali Kuna, maka sesudah itu mulai ditulis dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi).
Akhirnya di bekas tempat rapat itu dibangun sebuah pura yang diberi nama Pura Samuan Tiga.Atas wahyu Hyang Widhi beliau mempunyai pemikiran-pemikiran cemerlang mengajak umat Hindu di Bali mengembangkan konsep Trimurti dalam wujud simbol palinggih Kemulan Rong Tiga di tiap perumahan, Pura Kahyangan Tiga di tiap Desa Adat, dan Pembangunan Pura-pura Kiduling Kreteg (Brahma), Batumadeg (Wisnu), dan Gelap (Siwa), serta Padma Tiga, di Besakih. Paham Trimurti adalah pemujaan manifestasi Hyang Widhi dalam posisi horizontal (pangider-ider).
  1. MPU MANIK ANGKERAN
Setelah Mpu Sangkulputih moksah, tugas-tugas beliau diganti oleh Mpu Manik Angkeran. Beliau adalah Brahmana dari Majapahit putra Danghyang Siddimantra. Dengan maksud agar putranya ini tidak kembali ke Jawa dan untuk melindungi Bali dari pengaruh luar, maka tanah genting yang menghubungkan Jawa dan Bali diputus dengan memakai kekuatan bathin Danghyang Siddimantra. Tanah genting yang putus itu disebut segara rupek.
  1. MPU JIWAYA
Beliau menyebarkan Agama Budha Mahayana aliran Tantri terutama kepada kaum bangsawan di zaman Dinasti Warmadewa (abad ke-9). Sisa-sisa ajaran itu kini dijumpai dalam bentuk kepercayaan kekuatan mistik yang berkaitan dengan keangkeran (tenget) dan pemasupati untuk kesaktian senjata-senjata alat perang, topeng, barong, dll.
  1. DANGHYANG DWIJENDRA
Datang di Bali pada abad ke-14 ketika Kerajaan Bali Dwipa dipimpin oleh Dalem Waturenggong. Atas wahyu Hyang Widhi di Purancak, Jembrana, Beliau mempunyai pemikiran-pemikiran cemerlang bahwa di Bali perlu dikembangkan paham Tripurusa yakni pemujaan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Siwa, Sadha Siwa, dan Parama Siwa. Bentuk bangunan pemujaannya adalah Padmasari atau Padmasana. Jika konsep Trimurti dari Mpu Kuturan adalah pemujaan Hyang Widhi dalam kedudukan horizontal, maka konsep Tripurusa adalah pemujaan Hyang Widhi dalam kedudukan vertikal. Ketika itu Bali Dwipa mencapai jaman keemasan, karena semua bidang kehidupan rakyat ditata dengan baik. Hak dan kewajiban para bangsawan diatur, hukum dan peradilan adat/agama ditegakkan, prasasti-prasasti yang memuat silsilah leluhur tiap-tiap soroh/klan disusun. Awig-awig Desa Adat pekraman dibuat, organisasi subak ditumbuh-kembangkan dan kegiatan keagamaan ditingkatkan. Selain itu beliau juga mendorong penciptaan karya-karya sastra yang bermutu tinggi dalam bentuk tulisan lontar, kidung atau kekawin.
Karya sastra beliau yang terkenal antara lain : Sebun bangkung, Sara kusuma, Legarang, Mahisa langit, Dharma pitutur, Wilet Demung Sawit, Gagutuk menur, Brati Sesana, Siwa Sesana, Aji Pangukiran, dll. Beliau juga aktif mengunjungi rakyat di berbagai pedesaan untuk memberikan Dharma wacana. Saksi sejarah kegiatan ini adalah didirikannya Pura-Pura untuk memuja beliau di tempat mana beliau pernah bermukim membimbing umat misalnya :  Pura Purancak, Pura Rambut  Siwi, Pura Pakendungan, Pura Hulu Watu, Pura Bukit Gong, Pura Bukit Payung,Pura Sakenan, Pura Air Jeruk, Pura Tugu, Pura Tengkulak, Pura Gowa Lawah, Pura Ponjok Batu, Pura Suranadi (Lombok), Pura Pangajengan,  Pura Masceti, Pura Peti Tenget, PuraAmertasari, Pura Melanting, Pura Pulaki, Pura Bukcabe, Pura Dalem Gandamayu, Pura Pucak Tedung, dll.
Ke-enam tokoh suci tersebut telah memberi ciri yang khas pada kehidupan beragama Hindu di Bali sehingga terwujudlah tattwa dan ritual yang khusus yang membedakan Hindu-Bali dengan Hindu di luar Bali.

2.3  Perkembangan Agama Hindu Setelah Runtuhnya Kerajaan-Kerajaan Di Bali Sampai Sekarang

Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja, Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun 1925 di Singaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Februari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 November tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali , yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dijelaskan bahwa kehidupan agama Hindu di Bali sudah berkembang sejak lama dan karateristik Hindu Dharma yang universal sejak awalnya tetap dipertahankan dan diaplikasikan dalam kehidupan nyata yang dikenal di Bali dengan ajaran Tri Hita Karana, yakni hubungan yang harmoni dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan sesama dan dengan bumi serta lingkungannya.




BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan terkait dengan perkembangan Agama Hindu di Bali sebagai berikut.
1.      Masuknya agama Hindu di Bali diperkirakan sebelum abad ke-8 Masehi, karena pada abad ke-8 telah dijumpai fragmen-fragmen prasasti yang didapatkan di Pejeng berbahasa Sanskerta. Selain itu ditemukan pula Arca tersebut merupakan satu tipe (style) dengan arca-arca Siva dari candi Dieng yang berasal dari abad ke-8 yang menurut Stutterheim tergolong berasal dari periode seni arca Hindu Bali. Dalam prasasti Sukawana, Bangli yang memuat angka 882 Masehi, menyebutkan adanya tiga tokoh agama yaitu Bhiksu Sivaprajna, Bhiksu Siwa Nirmala dan Bhiksu Sivakangsita membangun pertapaan di Cintamani, menunjukkan kemungkinan telah terjadi sinkretisme antara Siva dan Buddha di Bali dan bila kita melihat akar perkembangannya kedua agama tersebut sesungguhnya berasal dari pohon yang sama, yakni agama Hindu.
2.      Adapun tokoh-tokoh yang ikut serta dalam penyebaran dan pengembangan Agama Hindu di Bali antara lain. Danghyang Markandeya, Mpu Sangkulputih, Mpu Kuturan, Mpu Manik Angkeran, Mpu Jiwaya, Danghyang Dwijendra.
3.      Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja, sampai terbentuknuya Parisadha Hindu di Bali, sehingga menunjukkan kehidupan agama Hindu di Bali sudah berkembang sejak lama dan karateristik Hindu Dharma yang universal sejak awalnya tetap dipertahankan dan diaplikasikan dalam kehidupan nyata yang dikenal di Bali dengan ajaran Tri Hita Karana, yakni hubungan yang harmoni dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan sesama dan dengan bumi serta lingkungannya.